Peningkatan
Jaminan Pembiayaan Kesehatan
1.
Tahun 1968 – Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang
secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima
Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di
lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan
Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu (Prof. Dr.
G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan Nasional.
2.
Tahun 1984 – Untuk lebih meningkatkan program jaminan
pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional,
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang
Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI
dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum
Husada Bhakti.
3.
Tahun 1991 – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum
Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota
keluarganya. Disamping itu, perusahaan diijinkan memperluas jangkauan
kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
4.
Tahun 1992 – Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992
status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan
pertimbangan fleksibilitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah
dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta dan manajemen
lebih mandiri.
5.
Tahun 2005 – PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemerintah
melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
6.
Tahun 2014 – Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia
(Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no.
24 tahun 2011 tentang BPJS.
Dasar
Penyelenggaraan BPJS Kesehatan:
1.
UUD
1945
2.
UU
No. 23/1992 tentang Kesehatan
3.
UU No.40/2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
4.
Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005.
Prinsip
Penyelenggaraan mengacu pada :
1.
Diselenggarakan
secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi
subsidi silang.
2.
Mengacu
pada prinsip asuransi kesehatan sosial.
3.
Pelayanan
kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.
4.
Program
diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
5.
Menjamin
adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.
6.
Adanya
akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip
kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.
Ketentuan
BPJS Kesehatan:
1.
Setiap
warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama
minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS.
2.
Setiap
perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang
atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan
anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang
besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS
ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.
3.
Menjadi
peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga
pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan.
Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan
tingkatan manfaat yang diinginkan.
4.
Jaminan
kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014
dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan
kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan
diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya
efisiensi.
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS),
secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan
hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Kedua
BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak
konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program
jaminan yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penyelenggaraan
jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan salah satu pilar
Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua,
lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan
berkeadilan.
Mengingat
pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan
cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi,
tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara
pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk
mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.
Fungsi
BPJS Kesehatan
UU
BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip
ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan
kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. BPJS
Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program, yaitu
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan
jaminan kematian.
Menurut
UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja diselenggarakan secara nasional berdasarkan
prinsip asuransi sosial, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami
kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja. Selanjutnya program
jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima
uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
meninggal dunia. Kemudian program jaminan pensiun diselenggarakan secara
nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, untuk
mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau
berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat
total tetap.
Jaminan
pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.
Sedangkan
program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip
asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan kematian yang dibayarkan
kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.
Tugas BPJS
Kesehatan
Dalam
melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas untuk:
1.
Melakukan
dan/atau menerima pendaftaran peserta;
2.
Memungut
dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
3.
Menerima
bantuan iuran dari Pemerintah;
4.
Mengelola
Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
1.
Mmengumpulkan
dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
2.
Membayarkan
manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program
jaminan sosial; dan
3.
Memberikan
informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta dan
masyarakat.
Dengan
kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan pengelolaan data
kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima bantuan iuran dari
Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial, pembayaran manfaat dan/atau
membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam rangka
sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi.
Tugas
pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.
Wewenang
BPJS Kesehatan
Dalam
melaksanakan tugasnya sebagaimana diamaksud di atas BPJS berwenang:
1.
Menagih
pembayaran Iuran;
2.
Menempatkan
Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan
mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana,
dan hasil yang memadai;
3.
Melakukan
pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam
memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
jaminan sosial nasional;
4.
Membuat
kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas
kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah;
5.
Membuat
atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
6.
Mengenakan
sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi
kewajibannya;
7.
Melaporkan
pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam
membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
8.
Melakukan
kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan
sosial.
Kewenangan
menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi
penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran, kewenangan melakukan
pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi administratif yang diberikan kepada
BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai badan hukum publik.
Jumlah
penduduk Indonesia yang sudah mencapai 200 Juta jiwa untuk permasalahan
kesehatan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah kepada
warganya, belum meratanya penanganan kesehatan antara simiskin dan sikaya yang
menjadi polemik hingga saat ini. Saya sendiri merasa miris mendengarnya kalau
mau berobat ke rumah sakit bahkan masuk UGD diharuskan adanya jaminan atau DP
sebelum dirawat, belum lagi kalau harus rawat inap tentunya uang menjadi
prioritas utama untuk memesan kamar beserta obat-obatnya, mending kalau kita
sedang ada uang saat itu kalau tidak punya siapa yang mau menanggung. untuk
itulah dibuat program pemerintah yang sudah lama di diskusikan berdasarkan
Undang-Undang untuk mengatasi permasalahan di atas, yang bernama Jaminan
kesehatan Nasional (JKN) yang akan dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia,
sebagai salah satu upaya menjamin hak setiap warga negara untuk dapat hidup
sehat dan produktif. Jaminan Kesehatan yang dikembangkan di Indonesia merupakan
bagian dari sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan
menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib
(mandatory). Hal ini berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004
tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat
yang layak
PEMBAHASAN
Jaminan
kesehatan Nasional (JKN) berupa BPJS Kesehatan mempunyai multi manfaat, secara
medis dan maupun non medis. Ia mempunyai manfaat secara komprehensive; yakni
pelayanan yang diberikan bersifat paripurna mulai dari preventif, promotif, kuratif
dan rehabilitatif. Seluruh pelayanan tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya
biaya iuran bagi peserta. Promotif dan preventif yang diberikan bagi upaya
kesehatan perorangan (personal care).
Peserta
BPJS Kesehatan
1.
Fakir
miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya
dibayar pemerintah sebagai peserta Jaminan Kesehatan yang diatur melalui
peraturan pemerintah
2.
Orang
yang cacat total tetap dan tidak mampu cacat fisik/mental sehingga seseorang
tidak mampu melakukan pekerjaan, yang penetapnnya dilakukakn oleh dokter
Manfaat
jaminan kesehatan, terdiri atas :
1.
Manfaat
medis; tidak terikat dengan besaran iuran
2.
Manfaat
non medis, meliputi: Manfaat akomodasi (dibedakan berdasarkan skala besaran
iuran) dan Manfaat ambulans, hanya diberikan ungtuk pasien rujukan dari
fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan BPJS
Kesehatan.
3.
Manfaat
pelayanan promotif dan preventif, meliputi: Penyuluhan kesehatan perorangan
(minimal Penyuluhan tentang pengelolaan faktor resiko. Risiko penyakit dan
PHBS); Imunisasi dasar (meliputi BCG, DPT-HB, Polio, Campak); Keluarga
Berencana (konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, tubektomi bekerjasama
dengan lembaga KB); Skrining kesehatan (mendeteksi risiko penyakit dan mencegah
dampak lanjutan
Pelayanan
Kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah pelayanan kesehatan tingkat
pertama yaitu:
Pelayanan
kesehatan Non Spesialistik:
1.
Administrasi
pelayanan
2.
Pelayanan
promotif dan preventif.
3.
Pemeriksaan,
pengobatan dan konsultasi medis
4.
Tindakan
medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
5.
Pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai
6.
Transfusi
darah sesuai dengan kebutuhan medis.
7.
Pemeriksaan
penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.
1.
Rawat
inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi
Pelayanan
Kesehatan Tingkat Lanjutan
Rawat
Jalan
1.
Administrasi
pelayanan
2.
Pemeriksaan,
pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis;
3.
Tindakan
medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
4.
Pelayanan
obat dan bahan medis habis pakai;
5.
Pelayanan
alat kesehatan implant
6.
Pelayanan
penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis
7.
Rehabilitasi
medis
8.
Pelayanan
darah
9.
Pelayanan
kedokteran forensik
10.
Pelayanan
jenazah di fasilitas kesehatan
Rawat Inap
1.
Perawatan
Inap non Intensif
2.
Perawatan
Inap di Ruang Intensif
3.
Pelayanan
kesehatan yang telah ditanggung dalam program pemerintah tidak termasuk yang
dijamin
4.
Peserta
berhak dapat pelayanan alat bantu kesehatan (jenis dan plafon harga ditetapkan)
Kelas
Rawat Inap yang ditanggung BPJS Kesehatan
Pelayanan
yang tidak dijamin:
1.
pelayanan
kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku;
2.
pelayanan
kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat;
3.
pelayanan
kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap
penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja;
4.
pelayanan
kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
5.
pelayanan
kesehatan untuk tujuan estetik;
6.
pelayanan
untuk mengatasi infertilitas;
7.
Pelayanan
meratakan gigi (ortodensi);
8.
Gangguan
kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol;
9.
Gangguan
kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri;
10.
Pengobatan
komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi
kesehatan (health technology assessment);
11.
Pengobatan
dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (eksperimen);
12.
Alat
kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
13.
Perbekalan
kesehatan rumah tangga;
14.
Pelayanan
kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah;
15.
Biaya
pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan kesehatan yang
diberikan.
Hal lain
yang dijamin BPJS Kesehatan:
1.
Pasien
kecelakaan lalu lintas: BPJS kesehatan membayar selisih biaya pengobatan yang
telah dibayar oleh program Jaminan kecelakaan lalu lintas sesuai dengan tarif
BPJS kesehatan.
2.
Peserta
jaminan kesehatan yang menghendaki kelas perawatan yang lebih tinggi, selisih
biaya menjadi beban peserta dan atau asuransi swasta yang diikuti peserta
3.
Peserta
Jaminan Kesehatan dapat mengikuti program asuransi kesehatan tambahan, dimana
BPJS Kesehatan dan penyelenggara asuransi tambahan dpt berkoordinasi dlm
memberi manfaat untuk peserta jaminan kesehatan yang berhak atas perlindungan
asuransi kesehatan tambahan.
Output
Pelaksanaan BPJS Kesehatan
JKN
menjangkau semua penduduk, artinya seluruh penduduk, termasuk warga asing harus
membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh pemerintah. Peserta yang terakhir
ini disebut sebagai penerima bantuan iuran. Harapannya semua penduduk Indonesia
sudah menjadi peserta JKN pada tahun 2019.
JKN akan
dimulai per 1 Januari 2014. Jaminan kesehatan ini merupakan bentuk perlindungan
sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari
sistem jaminan sosial nasional yang diselenggarakan dengan menggunakan
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory). Hal ini
berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
Ada 2
(dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yakni berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat
non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk
pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan
oleh BPJS Kesehatan.
Paket
manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah komprehensiv sesuai
kebutuhan medis. Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat paripurna
(preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh
besarnya biaya premi bagi peserta. Promotif dan preventif yang diberikan dalam
konteks upaya kesehatan perorangan (personal care).
Meskipun
manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada yang
dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak
(tongkat penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan yang tidak dijamin
meliputi:
1.
Tidak
sesuai prosedur
2.
Pelayanan
diluar Faskes Yg bekerjasama dng BPJS
3.
Pelayanan
bertujuan kosmetik
4.
General
check up, pengobatan alternatif
5.
Pengobatan
untuk mendapatkan keturunan, Pengobatan Impotensi
6.
Pelayanan
Kesehatan Pada Saat Bencana
7.
Pasien
Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk Menyiksa Diri Sendiri/
Bunuh Diri/Narkoba
Jaminan
Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip asuransi sosial sesuai dengan amanat UU
SJSN, yaitu; Nirlaba, wajib membayar iuran, gotong royong, portabilitas,
equalitas dan transparan akuntabel, effektif effisien serta dana yang dikelola
sepenuhnya digunakan untuk manfaat sebesar-besarnya bagi peserta JKN.
Kepesertaan
bersifat wajib, artinya semua penduduk termasuk warga negara asing yang bekerja
dan tinggal lebih dari 6 (enam) bulan harus ikut menjadi peserta JKN. Seluruh
peserta harus membayar iuran dengan prosentase atau nominal tertentu, kecuali
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Mereka iurannya dibayar oleh
pemerintah. Peserta yang terakhir ini disebut sebagai penerima bantuan iuran
(PBI). Perubahan data PBI akan di upadte setiap 6 (enam) bulan sekali.
Untuk
menjadi peserta JKN, masyarakat dapat mendaftarkan diri melalui pemberi kerja
dan pekerjanya kepada Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) atau PT Askes
terdekat. Sedangkan bagi peserta PBI, pendaftaran peserta dilakukan oleh
pemerintah.
JKN di
Indonesia, penerapannya melalui mekanisme asuransi sosial dengan prinsip
kendali biaya dan mutu. Yakni integrasinya pelayanan kesehatan yang bermutu
dengan biaya yang terkendali. Keuntungan memiliki asuransi kesehatan sosial
selain premi yang terjangkau dengan manfaat komprehensif, kepastian pembiayaan
pelayanan kesehatan yang berkelanjutan (sustainabilitas) dan dapat dilayani di
seluruh wilayah Indonesia ( portabilitas).
Permasalahan
BPJS Kesehatan
Dalam
pelaksanaannya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui sistem
jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan juga banyak mengalami banyak masalah dan
hambatan, antara lain:
1.
BadanPemeriksa
Keuangan (BPK) telah mengaudit program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan, hasilnya terlihat pada data peserta dan obat yang tidak
ditanggung BPJS Kesehatan. Kemenkes merevisi beberapa regulasi yang memang
malah menghambat pelayanan seperti merevisi aturan jenis penyakit yang bisa
langsung ke RS.
2.
Ketidakjelasan
tentang status kepesertaanà Proses registrasi bagi peserta yang terkesan
sulit karena disetiap kabupaten tidak bisa bisa diakses padahal sudah memiliki
token. Proses mutasi dari peserta askes dan peserta JPK (Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek) ke BPJS Kesehatan, selama ini banyak
permasalahan terkait peralihaan data. Peserta JPK Jamsostek harus mendaftar
ulang ke BPJS Kesehatan, padahal seharusnya otomatis.Transformasi JPK Jamsostek
ke BPJS Kesehatan meninggalkan peserta JPK Pekerja Mandiri yang tidak otomatis
menjadi peserta BPJS Kesehatan. Padahal sesuai UU 24/2011 tentang BPJS sangat
jelas dinyatakan peserta JPK Jamsostek otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan.
3.
Validitas
data kepesertaan masih belum sempurna. Kartu peserta belum terdistribusikan
seluruhnya. Status kepesertaan gelandangan, pengemis, orang telantar, penderita
kusta, penderita sakit jiwa, penghuni lembaga pemasyarakatan dan calon tahanan
yang tidak jelas pertanggungjawabannya. BPJS juga belum punya lembaga yang
mengurusi kepuasan peserta dan respon pengaduan masyarakat. “Sistem teknologi
informasi BPJS belum berjalan dengan baik dan maksimal.
4.
Kurangnya
sosialisasi tentang regulasi. Sehingga para stakeholders belum paham betul
regulasi Jaminan Kesehatan Nasional. Pedoman pelaksanaannya juga belum
dijabarkan secara lengkap dan jelas.
5.
Belum
optimalnya pelayanandan hasil evaluasi DJSN meliputi belum berjalan secara baik
mekanisme rujukan, rujukan berjenjang, rujukan parsial dan rujukan balik, belum
memadai kapasitas fasilitas kesehatan primer, belum optimal pelayanan kepada
peserta, dan belum lengkap e-katalog 2014. Bagi peserta sebagian besar
merasakan kurang puas akan pelayanan, seperti hak peserta askes dan jamsostek
dikurangi terkait berbedanya obat yang dapat diklaim dari jamsostek ke BPJS. Tidak
berlakunya jampersal di BPJS. Dalam hal manfaat, DJSN melihat Jaminan Sosial
Kesehatan oleh BPJS justru berimbas pada penurunan manfaat yang dirasakan oleh
peserta lama (seperti peserta Jamsostek dan Askes).
6.
Kurangnya
sumberdaya manusia (SDM) seperti tenaga medis, perekam medis dengan coding
INA-CBG’s, perekam medik dan dokter harus paham benar mengenai apa ituInternational
7.
Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems 9 ( ICD 9) dan ICD 10.
Para
8.
perekam
medik harus terampil dalam membuat klarifikasi penyakit dan tindakan sesuai
dengan ICD 9 dan ICD 10 sistem BPJS dengan cepat dan tepat.
Permasalahan
masih didominasi ketidaksiapan pemerintah dan BPJS Kesehatan –sebelumnya
bernama PT Askes (Persero) dalam menyelenggarakan jaminan sosial bagi
masyarakat àKeterlambatan pembuatan regulasi operasional seperti Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Peraturan Menteri
Kesehatan berkontribusi, sehingga menimbulkan masalah di lapangan.
Sumber
: https://firiijb.wordpress.com/2014/12/31/bpjs-kesehatan-peningkatan-jaminan-pemeliharaan-kesehatan-masyarakat/